1. Pengertian Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mendapatkan dan menerapkan pengetahuan dari emosi diri dan emosi orang lain agar bisa lebih berhasil dan bisa mencapai kehidupan yang lebih memuaskan.
Kecerdasan Emosi atau Emotional Quotation (EQ) meliputi kemampuan mengungkapkan perasaan, kesadaran serta pemahaman tentang emosi dan kemampuan untuk mengatur dan mengendalikannya.
Kecerdasan emosi dapat juga diartikan sebagai kemampuan Mental yang membantu kita mengendalikan dan memahami perasaan-perasaan kita dan orang lain yang menuntun kepada kemampuan untuk mengatur perasaan-perasaan tersebut.
Jadi orang yang cerdas secara emosi bukan hanya memiliki emosi atau perasaan-perasaan, tetapi juga memahami apa artinya. Dapat melihat diri sendiri seperti orang lain melihat kita, mampu memahami orang lain seolah-olah apa yang dirasakan orang itu kita rasakan juga.
2. Unsur - Unsur Kecerdasan Emosi.
Tidak ada standar test EQ yang resmi dan baku. Namun kecerdasan Emosi dapat ditingkatkan, baik terukur maupun tidak. Tetapi dampaknya dapat dirasakan baik oleh diri sendiri maupun orang lain. Banyak ahli berpendapat kecerdasan emosi yang tinggi akan sangat berpengaruh pada peningkatan kualitas hidup.
Setidaknya ada 5 unsur yang membangun kecerdasan emosi, yaitu:
1. Memahami emosi-emosi sendiri.
2. Mampu mengelola emosi-emosi sendiri.
3. Memotivasi diri sendiri.
4. Memahami emosi-emosi orang lain.
5. Mampu membina hubungan social.
Sejauh mana kecerdasan emosi anda? Untuk mengetahuinya, kelima unsur diatas dapat dijadikan barometer untuk mengukur apakah anda termasuk orang yang cerdas secara emosi. Berikut ini adalah hal-hal spesifik yang perlu dipahami dan dimiliki oleh orang-orang yang cerdas secara emosi:
Mengatasi Stress
Stress merupakan tekanan yang timbul akibat beban hidup. Stress dapat dialami oleh siapa saja. Toleransi terhadap stress merupakan kemampuan untuk bertahan terhadap peristiwa-peristiwa buruk dan situasi penuh tekanan tanpa menjadi hancur. Ini berarti mengelola stress dengan positif dan merubahnya menjadi pengaruh yang baik.
Orang yang cerdas secara emosional mampu menghadapi kesulitan hidup dengan kepala tegak, tegar dan tidak hanyut oleh emosi yang kuat. Cenderung menghadapi semua hal, bukannya lari dan menghindar. Dapat mengelakkan pukulan sehingga tidak hancur dan tetap terkendali. Mungkin sesekali terjatuh namun tidak terpuruk sehingga dapat berdiri tegak kembali.
Mengendalikan Dorongan Hati
Merupakan karakteristik emosi untuk menunda kesenangan sesaat untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Hal ini sering juga disebut “menahan diri”. Orang yang cerdas secara emosi tidak memakai prinsip “harus memiliki segalanya saat itu juga”. Mengendalikan dorongan hati merupakan salah satu seni bersabar dan menukar rasa sakit atau kesulitan saat ini dengan kesenangan yang jauh lebih besar dimasa yang akan datang. Kecerdasan emosi penuh dengan perhitungan.
Mengelola Suasana Hati
Merupakan kemampuan emosionil yang meliputi kecakapan untuk tetap tenang dalam suasana apapun, menghilangkan gelisahan yang timbul, mengatasi kesedihan atau berdamai dengan sesuatu yang menjengkelkan. Orang yang cerdas secara emosi tidak berada dibawah kekuasaan emosi. Mereka akan cepat kembali bersemangat apapun situasi yang menghadang dan tahu cara menenangkan diri.
Mengelola suasana hati bukan berarti menekan perasaan. Salah satu ekspresi emosi yang bisa timbul bagi setiap orang adalah marah. Menurut Aristoteles, Marah itu mudah. Tetapi untuk marah kepada orang yang tepat, tingkat yang tepat, waktu, tujuan dan dengan cara yang tepat, hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang cerdas secara emosi. Ketiga hal tersebut diatas, merupakan kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi-emosi diri sendiri yang harus dimiliki oleh orang-orang yang dikatakan cerdas secara emosi.
Memotivasi Diri
Orang dengan keterampilan ini cenderung sangat produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka hadapi. Ada banyak cara untuk memotivasi diri sendiri antra lain dengan banyak membaca buku atau artikel-artikel positif, “selftalk”, tetap fokus pada impian-impian, evaluasi diri dan sebagainya.
Memahami Orang lain
Menyadari dan menghargai perasaan-perasaan orang lain adalah hal terpenting dalam kecerdasan emosi. Hal ini juga biasa disebut dengan empati. Empati bisa juga berarti melihat dunia dari mata orang lain. Ini berarti juga dapat membaca dan memahami emosi-emosi orang lain. Memahami perasaan orang lain tidak harus mendikte tindakan kita. Menjadi pendengar yang baik tidak berarti harus setuju dengan apapun yang kita dengar.
Keuntungan dari memahami orang lain adalah kita lebih banyak pilihan tentang cara bersikap dan memiliki peluang lebih baik untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan baik dengan orang lain.
Kemampuan Sosial
Memiliki perhatian mendasar terhadap orang lain. Orang yang mempunyai kemampuan sosial dapat bergaul dengan siapa saja, menyenangkan dan tenggang rasa terhadap orang lain ynag berbeda dengan dirinya. Tingkah laku seperti itu memerlukan harga diri yang tinggi, yaitu: menerima diri sendiri apa adanya, tidak perlu membuktikan apapun (baik pada diri sendiri maupun orang lain), bahagia dan puas pada diri sendiri apapun keadaannya. Kemampuan sosial erat hubungannya dengan keterampilan menjalin hubungan dengan orang lain. Orang yang cerdas secara emosi mampu menjalin hubungan sosial dengan siapa saja. Orang-orang senang berada disekitar mereka dan merasa bahwa hubungan ini berharga dan menyenangkan. Ini berarti kedua belah pihak dapat menjadi diri mereka sendiri. Orang-orang dengan kecerdasan emosi yang tinggi bisa membuat orang lain merasa tentram dan nyaman berada didekatnya. Mereka menebar kehangatan dan keterbukaan atau transparansi dengan cara yang tepat.
3. Kecerdasan Emosi Dalam Keberhasilan dalam Memimpim Suatu Organisasi atau Pemerintahan.
Kecerdasan emosi (dan pelayanan kesehatan) Kecerdasan emosi sudah menjadi suatu tolok ukur utama yang dicari oleh perusahaan pada pegawainya dan sering merupakan karakteristik penentu kesuksesan dalam kerja. Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mendapatkan dan menerapkan pengetahuan dari emosi diri dan emosi orang lain agar bisa lebih berhasil dan bisa mencapai kehidupan yang lebih memuaskan. Dokter dan mahasiswa kedokteran, juga ilmuwan sudah diakui adalah di antara orang-orang yang paling cerdas di masyarakat kita. Umumnya mereka menunjukkan kinerja yang hebat sebagai praktisi individual atau peneliti mandiri. Sebagian di antara mereka mencapai kedudukan sebagai pemimpin program dan departemen klinik atau ilmu dasar, dekan fakultas kedokteran, direktur rumah sakit dan sistem kesehatan.
Umumnya mereka juga menunjukkan kinerja yang baik dalam peran kepemimpinannya, tetapi ada juga yang masih harus berjuang dan ada juga yang gagal. Tampaknya kecerdasan kognitif bukanlah prediktor yang baik untuk keberhasilan kepemimpinan. Prediktor sukses yang lebih relevan adalah kecerdasan emosi. Ada 3 macam kompetensi dalam bidang kepemimpinan: ketrampilan teknis, kemampuan kognitif, dan kemampuan mengombinasikan pemikiran dan emosi yang dikenal sebagai kecerdasan emosi. Kompetensi teknis dan kognitif yang menentukan kehebatan ilmiah tidak sama dengan kompetensi yang menentukan kehebatan kepemimpinan. Ketrampilan kecerdasan emosi bisa dipelajari. Akan tetapi, ada satu hal yang perlu diperhatikan: apabila kita menerapkan pendekatan pelatihan biasa untuk meningkatkan ketrampilan teknis dan analitis, itu akan gagal. Program konvensional tidak mencakup faktor-faktor yang membuat sistem limbik (pusat emosi di otak) belajar dengan cara terbaik, yaitu faktor motivasi, praktek yang banyak, serta umpan balik. Mengembangkan ketrampilan kecerdasan emosi menuntut agar orang meninggalkan tingkah laku lama dan mengambil yang baru. Penelitian mengenai kecerdasan emosi telah menunjukkan bahwa ketrampilan teknis dan kognitif hanyalah ketrampilan dasar atau ambang untuk profesi seperti teknik, hukum, dan kedokteran.
Ketrampilan-ketrampilan yang berkaitan dengan kecerdasan emosilah yang terbukti dapat membedakan antara orang yang berkinerja tinggi dan yang rata-rata. Model kepemimpinan kedokteran harus didasarkan atas paradigma baru, bahwa semua dokter, meskipun mungkin dapat kehilangan otonomi atau bahkan status, sebenarnya adalah pemimpin “tersembunyi” dengan kekuatan terpendam dan pengaruh yang besar terhadap sistem. Sebagai pemimpin organisasi medis, mereka bertanggung jawab atas hasil yang diperoleh bersama dengan pegawai perawatan kesehatan lainnya, juga bersama pasien. Dalam realitas, dokter adalah pemimpin dari “tim peduli-konsumen”. Akan tetapi, berapa banyak donter yang memandang dirinya sebagai pemimpin? Jadi, kita harus mengubah paradigma dalam memahami peran kepemimpinan yang dimainkan oleh dokter. Dan kita harus menyadari bahwa karakteristik yang membedakan antara pemimpin yang hebat dari yang biasa-biasa saja tidaklah berasal dari kompetensi teknis dan kognitif melainkan dari kompetensi emosional serta manajemen hubungan yang lihai.
Perubahan paradigma ini menuntut adanya pergeseran dari model heroik pelatihan medis menuju kepada model yang didasarkan atas kompetensi emosional, kolaborasi dan kerja tim, serta pendekatan pendidikan yang mendukung suatu lingkungan dimana orang bisa menumbuh-kembangkan perasaan penguatan diri. Untungnya, orang dewasa bisa mengembangkan kemampuan kecerdasan emosi melalui berbagai kegiatan pengembangan yang berlangsung dalam pelatihan dan pendidikan. Berdasarkan kompetensi ini, dokter dapat memperbarui perasaan bahwa ia dalam kondisi baik, mendapatkan kembali pengaruhnya dengan cara sedemikian rupa sehingga kepercayaan orang lain pun terbarui, meningkatkan hubungan dengan mitra pelayanan kesehatan yang lain (kolega dan administrator) serta dengan pasien, dan meningkatkan hasil dari bisnis pokoknya. Di dalam paradigma baru ini, dokter bisa menjadi pemimpin yang lebih efektif, memaksimalkan pengaruhnya serta kontribusi yang dapat diberikannya sebagai profesional yang berhubungan dengan seluruh bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Kecerdasan emosi adalah istilah untuk mendeskripsikan serangkaian kemampuan, kompetensi, dan ketrampilan non-kognitif yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil menghadapi tuntutan dan tekanan lingkungan.
Oleh karena itu, kecerdasan emosi merupakan faktor penting dalam menentukan kemampuan seseorang untuk berhasil dalam hidupnya. Kecerdasan emosi dewasa ini dipandang sebagai hal yang mendasar untuk bertahan di lingkungan kerja dan merupakan kemampuan utama dalam kepemimpinan dan manajerial. Pelayanan kesehatan membutuhkan pemimpin dengan kecerdasan emosi yang tinggi. Sebagian dari masalah terpenting yang dihadapi oleh masyarakat adalah masalah yang terkait dengan kesehatan. Administrator kesehatan harus berjuang memberikan layanan yang berkualitas bagi konsumennya walaupun dengan sumberdaya keuangan dan manusia yang terbatas. Bagaimana kita bisa memberikan layanan kesehatan yang baik di saat sebagian besar masyarakat kita tidak mampu membayar? Pertimbangan bioetika sekitar genetika manusia, perlindungan pasien, serta privasi membutuhkan administrator pelayanan kesehatan yang berwawasan jauh melampaui kebutuhan jawaban seketika dan memahami kemungkinan dampak jangka panjang terhadap individu. Agar kita bisa memiliki kepekaan terhadap isu yang sangat manusiawi ini dan menanggapinya secara efektif dibutuhkan adanya pemimpin dengan kecerdasan emosi yang tinggi.
Ringkasan Kecerdasan umum terdiri atas kecerdasan kognitif atau intelektual, yang diukur dengan IQ, dan kecerdasan emosi yang diukur dengan EQ. Orang yang dapat berperan dengan baik, berhasil, dan sehat secara emosi adalah yang memiliki kecerdasan emosi cukup tinggi serta skor EQ yang rata-rata atau di atas rata-rata. Semakin tinggi skor EQ, semakin positif prediksi bahwa pemiliknya akan mendapatkan keberhasilan umum dalam menghadapi tuntutan serta tekanan lingkungan. Sebaliknya, ketidakberhasilan dan adanya masalah emosional merupakan fungsi dari besarnya kelemahan kecerdasan emosi. Skor EQ, kalau dipadukan bersama skor IQ, akan memberikan indikasi yang lebih baik mengenai kecerdasan umum seseorang dan karenanya memberikan indikasi yang lebih baik mengenai potensi seseorang untuk berhasil.
0 Comments:
Posting Komentar